abi safriadi

Jumat, 13 Oktober 2023

Memproyeksi syubhat aqidah

MEMPROTEKSI SYUBHAT AKIDAH MELALUI KAJIAN LBM TASTAFI




Apa itu Syubhat Akidah?
Salah satu elemen utama dalam ajaran Islam adalah ajaran tauhid atau akidah. Ajaran ini merupakan persoalan mendasar yang harus diyakini seorang Muslim sebelum ajaran-ajaran lainnya. Ibarat tali kekang, akidah mengendalikan seorang Muslim agar tidak berjalan tanpa arah yang jelas. Sebaliknya, akidah akan mengarahkan seorang Muslim menuju satu tujuan yang dicita-citakan. Terminal dari akidah adalah kebahagiaan dunia dan akhirat. Tidak hanya ajaran yang bersifat normatif, akidah juga memberikan efek positif dalam kehidupan seorang Muslim. Sehingga akidah ini harus dijaga dan dirawat dari persoalan syubhat-syubhat yang mengitarinya.
Terminologi syubhat diartikan sebagai sebuah keadaan kerancuan berpikir dalam memahami sesuatu hal, yang mengakibatkan sesuatu yang salah terlihat benar atau sebaliknya. Dalam era globalisasi ini, seringkali masyarakat awam dihadapkan dengan permasalahan yang belum jelas dan meragukan sehingga masyarakat berada dalam alam kegamangan dan kekabur-kaburan, sedangkan syariat Islam menuntut segala sesuatu dilakukan atas dasar keyakinan bukan keragu-raguan. 
Era globalisasi akan ditandai dengan persaingan ekonomi secara hebat berbarengan dengan terjadinya revolusi teknologi informasi, teknologi komunikasi, dan teknologi industri. Perkembangan masa yang kian hari makin maju, telah merambah hampir seluruh pelosok dunia, tanpa kecuali Indonesia dan Aceh, khususnya di Aceh banyak masyarakat yang kehilangan filter untuk mendeteksi kemunculan ajaran-ajaran/doktrin-doktrin baru yang dapat menggoroti kepercayaan mereka selama ini mereka yakini. Bahkan dapat memecah belahkan keutuhan NKRI. Kemunculan 13 lebih aliran keagamaan di Aceh yang telah di fatwakan sesat oleh MPU Aceh, adanya kelompok-kelompok radikal yang dengan sangat mudah melabeli golongan lain yang tidak sepaham dengannya dengan kata “syirik”, “ahli bid’ah” bahkan “kafir”. Tersebarnya dengan mudah dakwah-dakwah melalui media sosial yang menyalahkan amalan masyarakat yang telah dipraktekkan sedari dulu. Adanya kelompok-kelompok Islam dengan ajaran sekulernya yang menganggap semua agama setara dan sama adalah realita yang sedang dihadapi oleh umat muslim khususnya di Aceh.
Kondisi seperti ini menuntut setiap pribadi, kelompok bahkan negara untuk berbenah diri dalam menghadapi kenyataan tersebut. Diperlukan langkah nyata dan kongkrit untuk mencarikan solusi untuk membendung dari pergerakan laten tersebut. Kehadiran Majlis Zikir dan Pengajian TASTAFI berperan sebagai salah satu bagian dari solusi tersebut.
Majlis Zikir dan Pengajian Tastafi
Pendeklerasian Majlis Zikir dan Pengajian Tastafi (Tauhid, Tasauf dan Fikih) Selasa malam Rabu, 17 April 2018 Oleh Abu Syeikh Hasanol Basri di Halaman Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh yang dihadiri oleh ribuan masyarakat dari seluruh Aceh menjadi arah baru kebangkitan ulama dalam mengawal masyarakat Aceh khususnya dan masyarakat di belahan daerah yang lain pada umumnya.
Majelis Pengajian dan Zikir Tastafi adalah organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam mengkaji, mengembangkan dan menyiarkan Ilmu Agama Islam yang berfaham Ahlusunnah Wal-Jamaah dalam bidang Tasawuf, Tauhid dan Fiqh. Kata “Tastafi” merupakan akronim dari Tasauf, Tauhid dan Fiqh. Keberadaan organisasi Majlis Zikir dan Pengajian Tastafi ini memiliki amanah untuk memperkuat ukhuwah islamiah dan harmonisasi antara dayah, balai pengajian, majelis taklim dan masyarakat dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara sebagai bentuk kepedulian sosial dalam menumbuh kembangkan ketaqwaan kepada Allah SWT bagi terwujudnya masyarakat madani. Disamping itu kehadiran Majlis Zikir dan Pengajian Tastafi untuk membumikan pengajian tasawuf, tauhid, dan fiqih berdasarkan ahlussunnah wal jamaah serta melindungi masyarakat dari ajaran sesat, liberalisme, sekularisme, dan radikalisme.
Salah satu kontribusi nyata dari Majlis Zikir dan Pengajian Tastafi dalam mengawal akidah umat dari syubhat akidah adalah dengan dilaksanakannya muzakarah dan mubahasah oleh Tim Lajnah Bahsul Masail (LBM) Tastafi di Auditarium Aly Hasyimi UIN Ar Raniry Banda Aceh tanggal 15-17 April 2018.

Mubahasah Lajnah Bahsul Masail (LBM) Tastafi
Persoalan yang diangkat dalam mubahasah perdananya adalah tentang syubhat akidah. Pemilihan topik ini dilandasi oleh anggapan sebagian golongan bahwa para ulama yang menyatakan Aliran Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang dihuni oleh Asy-‘ariyyah dan Maturidiyyah merupakan golongan yang mendapat legitimasi kebenaran dari Nabi, lantas muncullah berbagai fitnah dan tuduhan dari aliran yang “katanya” ingin memurnikan tauhid. Tujuannya tidak lain adalah ingin memonopoli kebenaran hanya menjadi hak mereka, dan mengeluarkan Asy-‘ariyyah dan Maturidiyyah dari Ahlussunnah Wal-Jama’ah melalui argumentasi yang terkesan sangat dipaksakan. Lebih dari itu, kelompok “ahlul fitnah” tersebut bahkan mengklaim bahwa Abu Hasan al-Asy’ari yang notabene-nya sebagai imam Ahlussunnah Wal-Jama’ah merupakan seorang ulama yang memiliki pandangan akidah yang selaras dengan mereka. Implikasi dari dakwaan ini adalah bahwa umat Islam yang selama ini disebut sebagai pengikut Abu Hasan al-Asy’ari ternyata pada hakikatnya tidak mengikuti Abu Hasan al-Asy’ari, disebabkan Abu Hasan al-Asy’ari merupakan bagian dari kelompok “ahlul fitnah” menurut versi mereka. Dakwaan ini tentu saja melahirkan sebuah opini bahwa kelompok mayoritas dalam Islam ternyata kelompok yang menyimpang dari akidah yang benar.
Berdasarkan kenyataan di atas, sangatlah urgen membahas dan mengkaji secara mendalam mengenai perjalanan keilmuan Abu Hasan al-Asy’ari dan mengidentifikasi kelompok Ahlussunnah Wal-Jama’ah dengan bukti-bukti ilmiah agar dapat meluruskan pemikiran yang kadang terlanjur terpengaruh dengan tuduhan di atas, tentang penjelasan bukti-bukti ilmiah yang menunjukkan kepada sesungguhnya Asy-‘ariyyah dan Maturidiyyah-lah sebagai Ahlussunnah Wal-Jama’ah.
Tim mubahasah LBM Tastafi, menyimpulkan beberapa kesimpulan
1. Manyoritas Ulama menyebutkan periode pemikiran Abu Hasan Al-Asy’ari hanya terdiri dari 2 periode yaitu periode I’tizal dan periode sunnah. Adapun pendapat yang dikemukan oleh Imam Ibnu Katsir dan Azzahabi bahwa periode pemikiran beliau terdiri dari 3 periode (I’tizal, takwil dan tafwidh) tidak kontradiksi dengan pendapat pertama karena takwil dan tafwidh pada pendapat kedua termasuk dalam pengertian periode sunnah seperti pada pendapat pertama. Pada hakikatnya golongan Asy-‘ariah tidak berbeda dengan Abu Hasan Al-Asy’ari dalam bidang pemahaman aqidah karena Asy-‘ariah konsisten mengikuti Abu Hasan Al-Asy’ari dalam manhaj aqidah terutama manhaj tanzih dan manhaj lainnya.
2. Bukti ilmiah Asy’ariah dan Maturidiah merupakan ahlussunnah wal jama’ah:
a. Kedua golongan tersebut konsisten mengikuti metode salafussalih dalam berpegang kepada Al-Qur’an, sunnah dan atsar yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW dan para sahabat.
b. Kedua golongan tersebut memiliki manhaj tawassuth (moderat) dalam pemahaman aqidah, artinya tidak radikal dan tidak mudah mengkafirkan sesama muslim.
c. Kedua golongan tersebut merupakan kelompok mayoritas dalam Islam (assawaadul ‘adham) yang representasinya di masa sekarang berada dalam lingkup mazhab fiqh yang empat (maliki, Hanafi, syafi’I, hanbali).
d. Mengupayakan pen-tanzih-an Allah SWT dari berbagai bentuk penyerupaan-Nya dengan makhluk.
Hasil muzakarah ini menurut hemat penulis direkomendasikan untuk dapat membentengi/memproteksi diri dalam pemahaman akidah serta berfungsi untuk dijadikan patron untuk mengindentifikasi sebuah aliran akidah yang benar. Majlis Zikir dan Pengajian Tastafi melalui tim Lajnah Bahsul Masail-nya mempunyai tanggung jawab untuk menjaga dan mengawal akidah ummat supaya terhindar dari bentuk syubhat dan kerancuan berpikir dalam hal akidah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AL-MA'ARIF